Monday, June 23, 2008

Dear Ukhti-ukhtiku...

Dear ukhti-ukhtiku yang kucintai karena Allah, apa kabar iman-mu hari ini? Semoga Allah Yang Maha Indah selalu memberi keindahan padamu dan melindungimu dari segala keburukanUkhti-ukhtiku yang kucintai karena Allah, sebaik2 perhiasan dunia adalah wanita sholehah. Dan "perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami." (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah)Ukhti-ukhtiku,Pagi ini aku membaca sebuah buku didalamnya terdapat 10 wasiat Rasulullah kepada putrinya Fathimah binti Rasulillah.Sepuluh wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya, bila kemudian dimiliki oleh setiap istri sholehah. Wasiat tsb adl:1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikana dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu org yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wannita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.Ukhi-ukhtiku yang kucintai karena Allah Begitu indah menjadi wanita Dengan kelembutan dan kasihnya Dapat merubah dunia Jadilah diri-dirimu menjadi wanita sholehah Agar negeri menjadi indah Karena dirimu adalah tiang negeri iniUkhti-ukhtiku yang kucintai karena Allah Tidakkah dirimu galau Melihat keadaan negeri saat ini Apa yang akan kau katakan pada anakmu kelak Saat ia bertanya mengapa negeriku sperti ini?Jadilah diri-dirimu menjadi wanita sholehah Karena esok negeri ini ditangan generasi kitaUkhti-ukhtiku yang kucintai karena Allah Begitu indah menjadi istri Setiap perbuatannya merupakan pahala untukmu Lakukan dengan ikhlas karena Allah Insya Allah dunia akhirat ada ditanganmuUkti-ukhtiku yang kucintai karena Allah Semoga Allah yang Maha baik Menjadikan kita wanita dan istri sholehah Membantu dan membimbing kita untuk tetap dijalanNya Amiin.Untuk ukti-ukti ku dimanapun dirimu berada... miss U

Cobalah kita bayangkan...............

Pernahkah anda menatap orang-orang terdekat anda saat ia sedang tidur?Kalau belum, cobalah sekali saja menatap mereka saat sedang tidur. Saat ituyang tampak adalah ekspresi paling wajar dan paling jujur dari seseorang.
Seorang artis yang ketika di panggung begitu cantik dan gemerlap pun bisajadi akan tampak polos dan jauh berbeda jika ia sedang tidur. Orang palingkejam didunia pun jika ia sudah tidur tak akan tampak wajah bengisnya.
Perhatikanlah ayah anda saat beliau sedang tidur. Sadarilah, betapa badanyang dulu kekar dan gagah itu kini semakin tua dan ringkih, betaparambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya, betapa kerut merut mulaiterpahat di wajahnya. Orang inilah yang tiap hari bekerja keras untukkesejahteraan kita, anak-anaknya. Orang inilah, rela melakukan apa saja asalperut kita kenyang dan pendidikan kita lancar.
Sekarang, beralihlah. Lihatlah ibu anda. Hmm...kulitnya mulai keriput dantangan yang dulu halus membelai- belai tubuh bayi kita itu kini kasar karenatempaan hidup yang keras. Orang inilah yang tiap hari mengurus kebutuhankita. Orang inilah yang paling rajin mengingatkan dan mengomeli kitasemata-mata karena rasa kasih dan sayang, dan sayangnya, itu sering kitasalah artikan.
Cobalah menatap wajah orang-orang tercinta itu... Ayah, Ibu, Suami, Istri,Kakak, Adik, Anak, Sahabat, Semuanya...
Rasakanlah sensasi yang timbul sesudahnya. Rasakanlah energi cinta yangmengalir pelan-pelan saat menatap wajah lugu yang terlelap itu.
Rasakanlah getaran cinta yang mengalir deras ketika mengingat betapabanyaknya pengorbanan yang telah dilakukan orang-orang itu untuk kebahagiaananda.
Pengorbanan yang kadang tertutupi oleh kesalahpahaman kecil yang entahkenapa selau saja nampak besar.
Secara ajaib Tuhan mengatur agar pengorbanan itu bisa tampak lagi melaluiwajah-wajah jujur mereka saat sedang tidur.
Pengorbanan yang kadang melelahkan namun enggan mereka ungkapkan. Danekspresi wajah ketika tidur pun mengungkap segalanya.
Tanpa kata, tanpa suara dia berkata... "betapa lelahnya aku hari ini". Danpenyebab lelah itu? Untuk siapa dia berlelah-lelah? Tak lain adalah kita.
Suami yang bekerja keras mencari nafkah, istri yang bekerja keras mengurusdan mendidik anak, juga rumah. Kakak, adik, anak, dan sahabat yang telahmelewatkan hari-hari suka dan duka bersama kita.
Resapilah kenangan-kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi denganmenatap wajah-wajah mereka. Rasakanlah betapa kebahagiaan dan keharuanseketika membuncah jika mengingat itu semua.
Bayangkanlah apa yang akan terjadi jika esok hari mereka "orang-orangterkasih itu" tak lagi membuka matanya, selamanya ...

Cintamu Abadi

Apa kabar sahabat ? Tidakkah Allah masih menumbuhkan kuku-kuku jarimu hingga tanganmu perkasa melakukan banyak hal ? Pada jenak ini, indera pandanganmu masihkah mampu membaca tulisan saya ini dengan baik ? Udara masih terjaga bukan untuk mengisi penuh paru-parumu hingga kau bernafas dengan leluasa? Dan jantungmu masihkah pula berdetak untuk mereguk sisa porsi waktu ? Jika demikian, saya pasti mendapat jawaban “Alhamdulillah luar biasa” untuk pertanyaan pertama.Sahabat, pinjam waktumu sebentar. Bersiaplah untuk sejenak mengalun bersama kisah seseorang. Insya Allah sebuah kisah cinta, yang mudah-mudahan pesonanya membuat kita juga menjadi sepertinya. Menjadi seorang pecinta.Sahabat, hafalkan dengan baik nama yang mulia ini, meski untuk itu, engkau harus pula bersusah payah. Bergegaslah mempersiapkan sebuah ruang dalam benak, untuk mengingatnya. Hingga suatu saat, kau mampu menebar hikmahnya kepada yang lain. Dan Insya Allah, hal ini adalah ekspresi cintamu, sama seperti tokoh utama pada kisah berikut. Seorang pecinta.***Seorang ksatria tengah tersenyum. Lembah Badar baru saja usai dari sebuah peperangan. Pekikan semangat Allah Maha Besar tak lagi terdengar. Senjata saling beradu sudah tak terjadi. Sebuah kemenangan baru saja tergenggam. Kaum kafir Quraisy beranjak pulang tanpa kepala yang tegak. Mereka merunduk malu setelah meneguk sebelanga pahit kekalahan. Tak pernah mereka kira jika manusia-manusia pencinta Muhammad, lebih memilih darahnya tumpah dibanding melihat Al-Musthafa terkena seujung kuku senjata. Untuk mereka, hari itu adalah kisah kelam yang amat sulit terlupa.Cinta kepada Nabi yang Mulia menyemerbak di Lembah Badar. Nafas di raga bukanlah apa-apa dibandingkan keselamatan Al-Amin dan tegaknya Islam yang agung. Seorang ksatria masih saja tersenyum. Hatinya berbunga, karena Al-Harits bin ‘Amr bin Naufal meregang nyawa di ujung pedangnya. Ia sungguh senang, bangsawan sekaligus pemimpin Quraisy pengganggu purnama Madinah itu, kini mati. Hari itu ia adalah salah satu perindu surga. Hari itu ia adalah salah seorang sahabat yang membuktikan kecintaannya kepada Rasulullah dengan turut menjadi pasukan para pemberani. Hari itu, ia adalah seorang ksatria pembela agama, yang kemudian cintanya abadi. Khubaib bin ‘Ady.***Suara Rasulullah memenuhi udara. Mesjid hening mendengar tuturnya. Semua pandangan berarah pada satu titik. Di sana, di atas mimbar, sesosok cinta tengah berdiri, memandang syahdu mereka semua. Dari bibir manisnya terlantunkan sebuah titah.“Aku, baru saja didatangi, utusan dari kabilah ‘Udal dan Qarah. Berita tentang Islam telah sampai kepada mereka. Mereka sungguh berharap orang-orang yang akan membagi cahaya kebenaran, yang akan menghunjamkan bahwa Allah adalah Esa, yang akan mengajarkan Islam. Akan ada dari kalian yang terpilih untuk mengemban amanah itu”Sesaat, Purnama Madinah menyapu pandangannya ke setiap penjuru. Para sahabat, tiba-tiba saja membusungkan dada, dan menegakkan kepala, seperti ingin dilihat Nabi. Setiap dari mereka berharap bisa dipilih sebagai duta. Padahal, ada beberapa dari sahabat yang masih terluka karena peperangan Badar. Melihatnya, Nabi tersenyum, bahagia berkelindan di sepenuh kalbu. Selanjutnya Nabi menyebut nama-nama, sepuluh orang terpilih. Ada satu nama di sana. Nama seorang ksatria. Khubaib bin ‘Ady.***Esoknya, dihantarkan do’a yang dialunkan, mereka berperjalanan. Bersemangat mereka pergi. Sesungguhnya mereka tahu, perjalanan itu tidaklah untuk bersenang. Mereka tahu, akan ada hal-hal yang tak terduga. Orang-orang kafir dari kabilah yang mendiami lembah-lembah bisa kapanpun menghadang dan membunuh mereka. Namun, kecintaan kepada Nabi yang Ummi, keimanan yang bersemayam dalam dada, membuat mereka berpantang menyurutkan langkah.Benar saja. Dari sejarah, kita tahu ketika mereka sampai di daerah antara ‘Usfan dan Makkah, sebuah perkampungan dari suku Hudzail yang dikenal dengan nama Banu Lihyan, para kafir mencium keberadaan mereka. Hampir seratus penduduknya memburu para duta Rasulullah. Tujuannya tidak lain, membunuh dan membuat para pengikut Rasulullah itu kembali kepada ajaran nenek moyang Arab. Orang-orang dari suku Hudzail itu terus membuntuti mereka, beratus anak panah disiapkan.Sebuah ujian, Allah berikan kepada para pemberani, didikan Rasulullah. Mereka ditemukan para penyembah berhala tengah berlindung di sebuah bukit. Riuh rendah, gerombolan itu mengepung dan berteriak lantang :“Kami berjanji tidak akan membunuh kalian, jika kalian turun dan menemui kami”.“Kami tidak menerima perlindungan orang kafir “ seru Ashim, yang diamanahi Rasulullah sebagai pemimpin para utusan.Mendengar itu, gerombolan itu menyerbu dan memanah mereka satu persatu. Para pencinta Rasul dan agama itu roboh. Ada yang luput dari panah dan pembunuhan itu. Tahukah kalian siapa dia? Ya.. dia adalah ksatria itu. Khubaib bin ‘Ady***Khubaib dibawa ke Makkah. Seperti mengikat unta, ia diiringkan. Dan dengan harga yang mahal, Khubaib dijual sebagai budak, kepada keluarga Al-Harits. Seluruh keluarga itu, bersuka cita, pembunuh kepala keluarga, Al-Harits bin ‘Amr bin Naufal di peperangan Badar, kini berada nyata di tengah mereka. Para wanita bersyair dan berpesta. Bara dendam semakin berkobar. Darah harus dilunasi dengan darah. Ksatria pencinta Rasulullah itu tetap bertenang. Khubaib kemudian ditawan. Ia dirantai seperti binatang peliharaan di halaman rumah Banu Harits. Mereka membiarkan Khubaib kedinginan di malam-malam gulita. Mereka menyaksikan Khubaib di terik panas matahari. Mereka tidak memberi Khubaib makan dan senang dengan haus yang Khubaib derita. Suatu hari, seorang anak kecil merangkak menjumpai Khubaib. Khubaib menyambutnya dengan senyum tulus, dibiarkannya anak kecil itu bermain-main di paha lelahnya. Mereka bercengkrama dalam keakraban, hingga wanita dari keluarga Harits berteriak penuh kekhawatiran. Tahukah apa yang diucapkan Khubaib :“Tenanglah duhai ummi, Rasulullah tidak pernah mengajarkan aku membunuh seseorang yang tidak berdosa. Ia hanya ingin bermain-main.”Si ibu segera merengkuh si kecil, dan dengan penuh keheranan ia memandang setangkai besar anggur yang berada di samping Khubaib. Makkah tidak sedang musim buah. Seluruh keluarganya tak ada satupun yang rela memberi makanan. Sedang Khubaib di rantai besi. Bagaimana mungkin buah ranum itu berada di sana. Masih dengan takjub, ia berkata :“Aku tidak pernah melihat tawanan sebaik engkau duhai Khubaib. Anggur yang berada di sampingmu adalah rezeki bertubi yang Allah turunkan kepadamu.” Khubaib tersenyum.***Hari sudah sampai di pertengahan. Terik matahari, debu-debu yang berterbang garang di antara jubah indah yang dikenakan para pemuka Quraisy, hingga kilau pasir sahara yang panas tak terkira, menemani Khubaib yang tengah mendirikan shalat dua rakaat panjang. Ia masih ingin shalat sebenarnya, menjumpai zat yang dicinta sepenuh jiwa, Allah. Ia berkata kepada orang-orang Quraisy yang menyemut memperhatikannya “ Demi Allah, jika bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya aku menambah shalatku”. Yah, mereka memutuskan hari itu, Khubaib harus pergi selama-lamanya.Beberapa dari orang Quraisy kini tengah bersiap dengan pelepah kurma yang mereka jelmakan serupa kayu salib raksasa. Tubuh Khubaib kemudian diikat kukuh disana. Khubaib mengatupkan kelopak mata, mengheningkan semua rasa yang meruah tumpah. Sesaat ia seperti terbang ke jauh angkasa. Salib pelepah terpancang sudah. Khubaib membuka mata, hamparan sahara terlihat mempesona. Di bawah sana berpuluh pasang mata menatapnya lekat. Khubaib memandang tangan mereka, beratus runcing anak panah tergenggam, beratus senjata tajam terkepal.Di ketinggian, dengan sepenuh kalbu, Khubaib mengalunkan syair indah, mengenang cinta manusia terpilih yang mengirimnya untuk sebuah amanah indah. Merengkuh kembali ingatan atas sabda dari bibir manis Rasul mulia, syahid di jalan Allah akan menghantar setiap jiwa bertamasya di surga. Tiba-tiba saja Khubaib merindukan Al-musthafa. Tiba-tiba saja, ia menginginkan kembali saat-saat ia terpesona dengan wajah rembulah Rasulullah. Betapa ingin ia menjumpai manusia sempurna itu untuk menuntaskan utuh kerinduannya. Angin sahara menghantar suara Khubaib, membuat langit bersuka atas setiap untaian katanya :Mati bagiku tak menjadi masalah.Asalkan ada dalam ridha dan rahmat Allah.Dengan jalan apapun kematian itu terjadi.Asalkan kerinduan kepada Nya terpenuhi.Ku berserah kepada Nya.Sesuai dengan takdir dan kehendak Nya.Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah.Pada setiap sobekan daging dan nanahUcapan Khubaib terhenti. Beratus anak panah menghunjam tubuhnya. Pepasir Jan’im tersaput darah yang tumpah. Tubuh Khubaib perih. Tubuh Khubaib terkoyak. Luka menganga dimana-mana, namun jiwanya merasakan ketenangan yang tak pernah diresapi sebelumnya. Suara lesat anak panah terdengar riuh. Tenaga Khubaib melemah, dengan pandangan yang kian samar, ia menengadah. Ia tak perkasa bertutur lagi. Hingga doa yang ia pinta, hanya terdengar lirih di lengang udara :Allahu Rabbi, ku telah menunaikan tugas dari Rasul Mu,Maka mohon disampaikan pula kepadanya,Tindakan orang-orang ini terhadap kami.Sesaat kemudian tubuh Khubaib sunyi, sesenyap lembah yang ditinggalkan para kuffar setelah puas melihat nyawanya terhembus dari raga. Angkasa berdengung menyambut ruh ksatria perindu surga. Khubaib kembali, menuju Allah yang Maha Tinggi.Tak seberapa lama, burung-burung bangkai memutari tubuh Khubaib yang masih mengucurkan darah. Berombongan mereka terbang datang dari kejauhan. Namun, Allah mencintai mu wahai Khubaib. Dengan cinta yang paling berkilau menyala. Dengan rahmat Nya, tak satupun burung pelahap bangkai dan nanah itu menyentuh tubuhmu yang dipenuhi panah. Satu persatu burung bangkai menghambur pergi, mengepak sayap terbang teramat jauh. Tubuhmu semerbak wahai Khubaib, hingga mereka malu dan tak mampu menyentuh meski hanya setipis kulit.Allah mengabadikan cinta Khubaib. Doa Khubaib sebelum syahid dikabulkan. Kerinduan Khubaib saat akan dibunuh, sampai juga kepada Rasulullah di Madinah. Rasulullah merasakan sesuatu yang tak biasanya, sambil tertunduk ia terkenang seseorang yang tak diketahuinya. Ia memohon petunjuk Allah, dan tergambarlah sesosok tubuh yang melayang-layang di udara. Segera saja Nabi mengutus Miqdad bin ‘Amn dan Zubair bin Awwam untuk mencari tahu. Sebelum keduanya pergi, suara Al-Amin terdengar syahdu dan penuh rindu “Paculah kuda kalian seperti kilat, aku sungguh mengkhawatirkannya”.Allah mengarahkan dan memudahkan perjalanan kedua sahabat. Mereka takjub melihat tubuh Khubaib yang masih utuh. Dalam hening, mereka menurunkan tubuh yang semerbaknya tidak hilang. Bumi menyambut Khubaib, akhirnya setelah sekian lama menunggu, bumi mendapat kehormatan untuk merengkuh dan memeluk Khubaib sepenuh cinta.Kisah Khubaib berakhir di sana, namun di hati para perindu surga, Khubaib tetaplah hidup, menggelorakan cinta yang tiada pernah berakhir. Cinta yang abadi.***Sahabat, kadang saya senang berandai-andai. Andai Purnama Madinah itu bisa saya temui sekarang, andai Al-Musthafa itu mampu saya hubungi melalui telepon, andai manusia berparas rembulan itu bisa saya kirimi pesan singkat sms. Satu hal yang ingin saya sampaikan kepadanya, “Meski tidak sekemilau cintanya Khubaib, meski tidak sebenderang cinta Khubaib, tidak seberdenyar cinta Khubaib, tidak seabadi cinta Khubaib, perkenankanlah saya mencintaimu wahai kekasih yang ummi, dengan sebentuk cinta yang sederhana, dengan cinta yang tertatih ringkih, dengan cinta yang lahir dari hati yang kadang ujudnya buruk rupa”.
***